PARIMO – radarparimo.com – Wakil Bupati (Wabup) Parigi Moutong , Sulawesi Tengah, Badrun Nggai, SE mengatakan, persoalan Rapid Antigen berbayar pada pada tes Seleksi Dasar Kompetensi (SKD) Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) telah diketahui aparat penegak hukum.
Sehingga, pihaknya harus segera menindaklanjuti hal itu untuk membuat berita acara penyelesaian penanganan masalah itu.
“Memang kemarin saya rencana, setidak-tidaknya kami menurunkan Inspektorat Daerah untuk memeriksa,” tegas Badrun saat ditemui di Parigi, Senin (11/10/2021).
Badrun menyebutkan sebagai pimpinan pemerintah daerah setempat, ternyata ia tidak mengetahui kebijakan berbayar yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan.
“Kami tidak mengetahui semuanya. Sebenarnya mereka-mereka (Dinas Kesehatan) itu harus tahu, kalau tidak ada regulasinya itu Pungutan Liar (Pungli),” tegasnya.
Menurut dia, alasan pemberian insentif kepada petugas tenaga medis yang melakukan pengambilan sampel air liur atau lendir terhadap peserta CPNS, tidak dapat dijadikan dasar untuk mengeluarkan kebijakan berbayar pada pelaksanaan Rapid Antigen itu.
Sebab, penarikan tarif juga harus mengacu para regulasi, dan jika memang legal harus masuk ke kas daerah terlebih dahulu, bukan dikelola sendiri oleh pihak OPD. Selain itu, alokasi anggaran insentif tenaga medis telah disiapkan melalui dana Covid-19 bersumber dari APBD tahun 2021.
“Saya sendiri yang tahu (soal insentif) itu. Ini harus mereka pahami, karena Dinas Kesehatan leading sektornya. Masa mereka tidak tahu, dan saya tidak tahu juga kenapa bisa terjadi,” tandasnya.
Menurut Badrun, pihaknya telah memerintahkan Inspektorat Daerah untuk melakukan pemeriksaan kepada Dinas Kesehatan. Tujuannya, untuk mengetahui pasti landasan atau regulasi yang digunakan.
Sementara upaya konfirmasi kepada Dinas Kesehatan Parimo, Ellen Ludya Nelwan terus dilakukan. Sang Kadis saat diminta waktu untuk memberikan tanggapan atas polemik Rapid Antigen berbayar, masih saja terkesan enggan berkomentar.
“Tabe bu, lagi pertemuan, kemudian mau Sertijab dulu. Nanti dikabari kalau sudah selesai,” ungkap Elen dalam keterangan tertulisnya, Senin.
Pada kesempatan sebelumnya, Ellen mengakui, alat Rapid Antigen digunakan kepada peserta CPNS, ternyata gratis karena berasal dari bantuan pemerintah provinsi.
Namun, ia menegaskan kebijakan berbayar diberlakukannya untuk memberikan penghargaan kepada petugasnya, dengan dalih mereka merupakan tenaga honorer.
“Torang ini banyak dong. Terus memang gratis itu Rapid. Cuman saya bilang, kasian kita punya tenaga honor semua itu, biar cuman dikasihkan reward (penghargaan), kasih akan apa,” ungkap Elen saat dihubungi, Senin (4/10).
Dia juga menyebutkan, peserta CPNS itu bukan hanya honorer di Parigi Moutong, tetapi juga berasal dari luar daerah, yang dikhawatirkan terkonfirmasi Covid-19.
Sementara soal beban tarif sebesar Rp 100 ribu bagi para peserta pun terkesan tak diakuinya, dia lagi-lagi berdalih tidak mematok besaran biaya. Namun, tergantung berapapun nominal diberikan secara suka rela oleh peserta.
“Tidak kita patok, hanya pesertanya saja yang berapa saja dorang punya keikhlasan,” ucapnya. (Opi)