PARIMO – radarparimo.com – DPRD Parigi Moutong Sulawesi Tengah mendesak Dinas Kesehatan setempat mengembalikan dana hasil pungutan dari Rapid Antigen berbayar, pada pelaksanaan tes Seleksi Kompetensi Dasar (SDK) Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 2021.
“Rekomendasi hasil RDP Komisi IV DPRD, sudah saya disposisi ke sekretariat. Jadi rekomendasinya itu, diantaranya meminta tidak ada pengembalian dalam bentuk barang. Tetapi kalau dalam bentuk uang ke peserta, silahkan,” tegas Ketua DPRD Parigi Moutong, Sayutin Budianto saat ditemui usai pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Rapeda) APBD perubahan tahun 2021, Jumat (32/10/2021).
Dia mengatakan, poin lainnya dalam rekomendasi itu adalah meminta Inspektorat Daerah untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut, hingga tuntas sebagai upaya penyelesaian polemik Rapid Antigen berbayar.
Selain itu kata dia, memberikan sanksi tegas kepada oknum yang terlibat dalam dugaan pungutan liar (Pungli), akibat kebijakan berbayar pada pelaksanaan pemeriksaan kesehatan Rapid Antigen.
Menurut dia, sanki itu sebelumnya harus menunggu proses pemeriksaan Inspektorat Daerah. Apabila, tindakan itu merupakan penyalahgunaan wewenang, pihaknya mendesak pemerintah memberikan sanksi berat, agar ada efek jera terhadap yang bersangkutan.
“Penekanan ini perlu, ketegasan Inspektorat untuk jeli melihat kejanggalan dalam persoalan ini. Harus diberikan tindakan tegas, jangan sampai ini berkembang ke pihak-pihak lain dan mengikuti cara seperti ini,” tegasnya.
Sayutin berjanji, pekan depan rekomendasi atas nama kelembagaan akan diserahkan ke pemerintah daerah, sebagai sikap DPRD dan meminta agar segera ditindaklanjuti.
Sebelumnya, Inspektur Inspektorat Parimo, Adrudin Nur menyampaikan tanggapannya pada Rapat Dengar Pendapat (RDP), yang diagendakan kembali Komisi III DPRD untuk menyelesaikan polemik Rapid Antigen berbayar Rp 100 ribu bagi setiap peserta CPNS, Selasa (19/10).
“Secara teknis diganti, masuknya dari mana? dana itu harus masuk ke batang tubuh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Sementara dana ini ada diluar saat ini,” ungkap Inspektur Inspektorat Parigi Moutong, Adrudin Nur pada RDP, Selasa.
Menurut dia, jika dana pungutan dari peserta tes SKD CPNS digunakan untuk pengadaan alat Rapid Antigen pengganti, tidak dapat dilakukan. Sebab, belanja pengadaannya alat testing itu harus melalui Katalog Elektronik (e-katalog), dan menggunakan akun Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Kalau mau pakai e-katalog akunnya siapa mau dipakai? Karena tidak semudah itu, harus ada OPD-nya masuk. Jadi agak sulit, kalaupun alat ini mau diganti, agak ribet. Kami tunggu hasilnya dari provinsi,” ujarnya.
Kemudian, memasukan dana pungutan itu ke kas daerah sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga tidak dapat dilakukan. Meskipun Dinkes sebagai OPD penghasil, sebab segala sesuatunya harus memiliki regulasi terkait pendapatan lain-lain yang sah.
Apabila dana pungutan itu dipaksakan masuk ke kas daerah, akan bermasalah di kemudian hari.
Tetapi untuk mengembalikan dana pungutan ke peserta CPNS, kemungkinan dapat dilakukan. Sepanjang, data berupa nama dan nomor kontak peserta saat melakukan pemeriksaan kesehatan Rapid Antigen dimiliki Dinkes.
Dia memastikan, tim akan bekerja profesional dalam penanganan polemik Rapid Antigen berbayar, dan dirinya tidak dapat mengintervensi proses pemeriksaan yang telah dilakukan.
“Nanti pada saat ekspos internal baru saya lihat sesuai dengan SOP yang ditetapkan,” jelasnya. (Opi)