PARIMO – radarparimo.com – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Parigi Moutong Sulawesi Tengah, mencatat 48 anak menjadi yatim/piatu karena kehilangan anggota keluarga akibat Covid-19.
“Berdasarkan instruksi pihak kementerian, kami telah melakukan varifikasi data. Hasil dari verifikasi itu terdapat 48 anak yang terdampak Covid-19. Jumlah itu tersebar di seluruh kecamatan di Parigi Moutong,” ungkap Kepala Bidang Perempuan dan Anak DP3AP2KB, Kartikowati Jum’at (24/9/2021).
Menurut Kartiko, 48 anak tersebut rata-rata berusia 14-18 tahun, satu diantaranya terpaksa harus kehilangan kedua orang tuanya akibat Covid-19, sementara lainnya kehilangan bapak atau ibunya.
Kartiko mengatakan, pihaknya saat ini sedang melakukan peninjauan untuk varifikasi dan validasi data, tujuannya untuk memastikan hak asuh anak dan kondisi anak pasca ditinggalkan orang tuanya.
“Untuk wilayah Parigi sesuai hasil peninjauan kami, anak-anak ini ada yang dalam pengasuhan keluarganya di Kota Palu, dan ada juga yang diasuh oleh bapak atau ibunya,” kata dia.
Dia menyebutkan, peninjauan pun dilakukan untuk memastikan pihak pengasuh memang benar-benar bertanggungjawab atas anak itu, dan bukan karena terpaksa harus mengasuhnya.
Langkah lainnya lanjutnya, DP3AP2KB Parimo juga telah melaporkan data 48 anak itu ke kementerian terkait, dan Dinas Sosial setempat dengan harapan dapat diusulkan dalam program bantuan bagi anak yatim/piatu korban Covid-19 dari Kementerian Sosial.
“Dinas Sosial juga sudah melakukan pendataan secara rinci, karena kemungkinan anak-anak ini akan mendapatkan bantuan,” kata dia.
Dia menjelaskan, sebaiknya anak-anak itu hak asuhnya diberikan orang tua baik ayah atau ibunya yang belum meninggal. Namun, jika keduanya telah meninggal hak asuh dapat dilakukan keluarga dari bapak atau ibunya dengan kondisi mampu secara ekonomi serta fisik.
Kemudian, benar-benar bersimpati kepada anak, sehingga ingin melindungi dan bertanggung jawab atas tumbuh kembang sang anak.
“Neneknya boleh, tapi secara fisik dan ekonominya harus mampu. Jangan juga karena terpaksa harus mengasuh karena tidak ada keluarga lain,” pungkasnya. (Opi)