JAKARTA, radarparimo.com – Ketua DPR RI Puan Maharani menyesalkan peristiwa seorang ibu muda yang tewas dibunuh suaminya sendiri setelah sebelumnya mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Ia menegaskan, kepolisian harus bertindak tegas dan berkomitmen untuk mengatasi setiap kasus KDRT.
“Saya menyampaikan rasa kepedihan yang mendalam atas peristiwa tragis ini. Tidak selayaknya seorang perempuan yang telah melahirkan generasi penerus bangsa tewas di tangan suaminya sendiri. Saya sangat menyesalkan kejadian ini,” kata Puan dalam keterangan persnya, Kamis (14/09/2023).
Diketahui seorang ibu muda berinisial MSD (24) tewas dibunuh suaminya sendiri bernama Nando (25) di rumah kontrakan mereka, di Jalan Cikedokan, Desa Sukadanau, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi setelah keduanya terlibat cekcok. Bahkan sebelum peristiwa pembunuhan, korban selalu mendapatkan perlakuan kasar dari sang suami.
Ironisnya, korban sempat melaporkan kasus KDRT yang dialaminya ke Polres Metro Bekasi namun diduga dihentikan karena sang suami ingin berakhir damai. Akibat ketidakseriusan aparat dalam menangani kasus KDRT ini, korban akhirnya meninggal dunia usai terlibat pertengkaran dengan sang suami.
Padahal menurut pengakuan kakak korban, MSD telah menyertakan bukti visum dari tindak kekerasan yang dilakukan suaminya selama kurun waktu 3 tahun. Jika benar dugaan pihak kepolisian menghentikan kasus tersebut, Puan menilai kepekaan aparat terhadap korban KDRT masih kurang sehingga pelaku sampai melakukan tindak kekerasan secara berulang-ulang.
“Polisi harus tegas menangani kasus-kasus KDRT. Karena pelaku KDRT yang sering melakukan kekerasan terhadap pasangannya, biasanya akan kembali melakukan perbuatannya di kemudian hari,” ujar Ketua DPR RI itu.
Menurutnya, hal ini yang harusnya jadi perhatian kepolisian, jangan sampai karena ucapan janji pelaku sesaat lantas citra ketegasan Polri berkurang. Sebab kata dia, KDRT adalah tindak pidana yang kerap dilakukan secara berulang.
Mantan Menko PMK itu pun meminta pihak kepolisian melakukan evaluasi dalam proses pelaporan, penyelidikan, dan penindakan kasus-kasus KDRT. Puan berharap, penanganan kasus hukum KDRT yang efektif dapat mencegah kasus serupa terulang lagi di masa depan.
“Pihak kepolisian turut bertanggung jawab atas berhasil atau tidaknya penyelesaian peristiwa KDRT. Apalagi sampai korbannya meninggal dunia saat ia sudah membuat pengaduan atas kekerasan yang ia alamai, namun sayangnya tidak ditindaklanjuti dengan serius,” terangnya.
Pihak kepolisan menyatakan penyelidikan kasus KDRT yang dialami MSD akan berlanjut, dan menjadi pemberat bagi pelaku. Polisi juga menyebut sebelum pembunuhan terjadi, pihaknya terus berupaya mengusut kasus KDRT yang dialami MSD namun korban selalu berhalangan untuk hadir saat dihubungi.
“Seharusnya polisi bisa proaktif dan jemput bola. Jika ada indikasi yang aneh, datangi korban langsung agar korban juga merasa nyaman dan tidak terintimidasi. Jadi utamakan pendekatan yang empatif pada kasus-kasus sensitif seperti ini,” ungkap Puan.
Lanjut dia, keberhasilan kepolisian dalam melindungi korban KDRT dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga adalah indikator utama dari efektivitas sistem hukum untuk
melindungi hak asasi manusia dan keadilan sosial. Khususnya bagi perempuan yang banyak menjadi korban kekerasan.
“Kejadian ini adalah pengingat akan pentingnya memprioritaskan perlindungan perempuan dari kekerasan. Karena tidak ada ruang bagi pelaku KDRT di negeri ini,” tegas Puan.
Puan juga menyoroti soal kedua anak korban yang saat kejadian pembunuhan berada di lokasi meski tidak menyaksikan secara langsung. Ia meminta pihak berwenang memberi pendampingan psikologi.
“Walaupun tidak menyaksikan, kejadian ini pasti meninggalkan trauma bagi anak korban. Karena anak memiliki ingatan yang cukup kuat pada setiap peristiwa. Trauma healing untuk anak dan keluarga korban harus diberikan dan menjadi perhatian,” pungkasnya. (**)
Sumber : DPR RI