Mayoritas Fraksi DPRD Parimo Sepakat Tunda Rapat Paripurna Interpelasi

Mayoritas Fraksi DPRD Parimo Sepakat Tunda Rapat Paripurna Interpelasi
Mayoritas Fraksi DPRD Parimo Sepakat Tunda Rapat Paripurna Interpelasi

Parigi- Mayoritas fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Parimo sepakat penundaan rapat paripurna interpelasi.

Ketua Fraksi Partai Gerindra Arifin Dg Palalo mengatakan, seluruh anggota fraksi meminta penundan rapat paripurna, untuk mengadakan rapat internal membahas usulan hak dari pengusul interpelasi.

Bacaan Lainnya

“Penundaan rapat diperlukan untuk mengkaji secara hukum poin-poin yang menjadi alasan pengajuan hak interpelasi,” ungkapnya, saat rapat paripurna interpelasi, di gedung DPRD, Rabu (5/8/2020).

Sama halnya dengan Partai Gerindra, Fraksi Toraranga pun memandang 19 poin pengusulan, dianggap berbeda dengan poin yang disampaikan para pendemo beberapa waktu lalu.

“Karena adanya usulan interpelasi itu, kami meminta mendiskusikannya. Dan masih ada beberapa tahapan untuk rapat paripurna interpelasi, sesuai dengan jadwal telah dikeluarkan,” tutur Anleg dari Fraksi Toraranga Ni Leli Pariani.

Sementara itu, anggota fraksi PDIP Alfreds Tonggiroh mengatakan, usulan beberapa poin dari pengusul beberapa anggota DPRD Parimo perlu dikaji secara mendalam.

Alasannya, apapun keputusan yang dikeluarkan DPRD akan menjadi produk hukum. Jadi, perlu ada pembahasan secara mendalam dari sisi hukum.

Diketahui, anggota DPRD Parimo yang menjadi pengusul hak interpelasi berpendapat, hal itu merujuk kepada ketentuan pasal 157 UU nomor 23 tahun 2014 dan pasal PP nomor 12 tahun 2018.

“Beberapa kebijakan yang diambil Bupati Parimo dianggap memunculkan gelombang aksi yang berdampak luas bagi kehidupan warga luas,” urai perwakilan anggota DPRD Parimo dari Fraksi Nasdem, yang juga sebagao pengusul hak interpelasi, Ferry Budiutomo.

Beberapa kebijakan yang dianggap perlu dipertanyakan secara detail adalah tidak ada tindak lanjut terkait beberapa rekomendasi DPRD soal penghapusan biaya SKBS yang didasarkan atas Perbup nomor 27 tahun 2019, bantuan perumahan bencana dan persoalan BPJS.

Kemudian, pemindahan dana Pemda dari bank Sulteng cabang Parigi ke BNI cabang Parigi yang tidak menguntungkan daerah dari aspek pendapatan daerah.

Berikutnya, aset negara dan daerah yang eks sail tomini tidak dimanfaatkan dengan baik dan sampai saat ini semakin memprihatinkan.

Selanjutnya, mangkraknya sebagian pembangunan gedung tambahan RS Raja Tombolotutu dan kebijakan lainnya.

“Atas kebijakan itu, pengusul hak interplasi menduga adanya ketimpangan pemerintahan yang dijalankan Bupati Parigi Moutong. Karena, tidak mempedomani azas umum pemerintahan yang baik sebagaimana dimanatkan pasal 10 ayat 1 UU nomor 30 tahun 2014,Tutupnya. (Abt)