Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak di Parimo Meningkat

Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2K) Parigi Moutong Sosialisasi pencegahan kekerasan perempuan dan anak serta Tindak Pidana Perdagangan Orang ( TPPO) di Parigi Moutong. (Foto : Thilonk)

PARIMO – radarparimo.com Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak cukup tinggi terjadi. sejak 2019 terdapat 19 kasus, lalu di tahun 2020 meningkat menjadi 28 kasus.

“Rendahnya pemahaman masyarakat menyangkut perlindungan terhadap kelompok rentan, menyebabkan kasus asusila terhadap perempuan dan anak masih tinggi di wilayah setempat. Tidak bisa di pungkiri perempuan dan anak sering menjadi korban kekerasan baik fisik maupun psikis,” kata Kepala DP3AP2KB Yusnaeni pada sosialisasi pencegahan kekerasan perempuan dan anak serta tindak pidana perdagangan orang di Parimo, Kamis (23/9/2021).

Bacaan Lainnya

Sementara kekerasan fisik justru mengalami penurunan sebanyak 23 kasus tahun lalu, dibandingkan tahun 2019 sebanyak 45 kasus.

Dalam mendukung penanganan kekerasan, pemerintah telah memiliki produk hukum Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Selain itu kata dia, Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Nomor 1 Tahun 2010 tentang standar pelayanan minimal bidang pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan.

“Menindak lanjuti produk hukum tersebut, Pemerintah Daerah (Pemda) telah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 18 tentang perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan,” ucapnya.

Menurut dia, ada sejumlah faktor pemicu terjadinya masalah kekerasan terhadap kelompok-kelompok rentan, seperti masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang kekerasan. Kemudian, belum sinergitas layanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan, serta rendahnya tingkat ketahanan keluarga dalam rangka pencegahan.

Mengantisipasi hal itu kata dia, dibutuhkan dukungan semua pihak termasuk peran keluarga sebagai upaya meminimalisir tindakan-tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap kelompok rentan.

“Setiap anak wajib mendapat hak-hak dasar berupa hak bermain, hak mengenyam pendidikan formal, hak perlindungan hukum termasuk hak asuh,” ungkapnya.

Dia mengatakan, kasus asusila terhadap anak di Parimo rata-rata para pelakunya merupakan orang terdekat, seperti keluarga, tetangga, dan bahkan gurunya. Sehingga diharapkan melalui sosialisasi itu masyarakat dapat sedini mungkin melakukan pencegahan.

“Sosialisasi ini kami harapkan juga dapat meningkatkan pengetahuan dalam pelaksanaan tugas perlindungan terhadap perempuan dan anak, seperti konseling hingga pelayanan medis untuk memulihkan kondisi korban kekerasan,” pungkasnya. (Opi)