Jakarta, radarparimo.com – Sengketa informasi antara Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Kementerian Keuangan perihal salinan hasil audit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) masih berlanjut.
Kamis lalu (25/6), ICW dan Kementerian Keuangan kembali berhadapan di ruang sidang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). ICW bersikukuh menuntut informasi untuk dibuka dan sebaliknya, Kementerian Keuangan konsisten tak mau membuka informasi tersebut.
Sidang di PTUN tersebut adalah sidang ketiga setelah Kementerian Keuangan tidak menghadiri panggilan sidang pertama dan pada sidang kedua terdapat berkas atau bukti yang belum dilengkapi. Selanjutnya, kedua belah pihak diminta oleh hakim PTUN untuk menunggu putusan yang akan dibacakan secara virtual pada 8 Juni 2023.
Perjalanan Panjang Upaya Permohonan Informasi
ICW melalui siaran pers mengungkapkan, meski sudah 15 tahun usia UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), upaya publik mendapat informasi masih butuh perjuangan panjang. Upaya publik seringkali berhadapan dengan berbagai tantangan, mulai dari panjangnya masa tunggu respon badan publik atas permohonan informasi, sikap badan publik yang tertutup, hingga proses penyelesaian sengketa yang terlampau panjang.
Padahal, informasi yang dimohon, sebagaimana yang kerap ICW mohon, adalah informasi yang penting dalam rangka menguatkan pengawasan publik atas kebijakan negara.
Sumber ICW menjelaskan jika dihitung sejak awal penyampaian permohonan informasi kepada Kementerian Keuangan, yaitu 7 Mei 2020, artinya sudah lebih dari 3 tahun waktu yang ICW lalui untuk mendapatkan informasi hasil audit JKN.
Kemenangan atas sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat (KIP) sebagaimana tercantum dalam putusan KIP nomor 016/VII/KIP-PS-A/2020 tanggal 16 Januari 2023 tidak membuat ICW berhasil memperoleh salinan hasil audit program JKN yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas permintaan Kementerian Keuangan. Sengketa informasi berlanjut ke PTUN karena Kementerian Keuangan keberatan atas putusan KIP.
Menolak Argumentasi Menutup Informasi
Selain soal panjangnya waktu, pil pahit dalam proses permohonan informasi ini adalah menyaksikan sikap pemerintah yang bersikeras menutup informasi dari publik tanpa keterangan atau alasan memadai. Satu hal yang ironis di tengah era yang kerap disebut era keterbukaan informasi.
Padahal, informasi yang dimohon adalah informasi menyangkut penyelenggaraan program JKN, sebuah program yang berkaitan langsung dengan kesehatan warga dan terdapat uang iuran warga yang dibayarkan secara reguler.
Kementerian Keuangan menurut ICW menyebut bahwa alasannya menutup informasi dikarenakan menilai membuka informasi tersebut dapat menimbulkan konsekuensi;
Berpotensi mengganggu ketahanan ekonomi nasional, misalnya dampak terhadap keberlangsungan sistem jaminan sosial nasional dan lain-lain.
Berpotensi menimbulkan persepsi yang keliru atas pembacaan dan penafsiran hasil audit yang tidak tepat oleh masyarakat.
Mengganggu pengawasan oleh auditor yang ditugaskan oleh pemerintah atas penyelenggaraan asuransi sosial.
Pegawai yang tidak memenuhi ketentuan dalam pasal 44 ayat (2) UU No. 43 tahun 2009 tentang Kearsipan diancam pidana sesuai ketentuan pasal 85 UU Kearsipan, beserta penjelasannya.
Alasan di atas cukup umum. ICW tidak mendapat penjelasan, baik secara tertulis maupun lisan dalam persidangan, mengenai korelasi informasi hasil audit JKN dengan ketahanan ekonomi dan keberlangsungan sistem jaminan sosial.
Kementerian Keuangan tidak menyampaikan hasil telaah sebagai dasar simpulan membuka informasi akan berdampak pada konsekuensi yang mereka khawatirkan tersebut.
Bahkan saat Majelis Komisioner KIP menanyakan adanya pengalaman serupa, Kementerian Keuangan mengaku belum pernah ada pengalaman di mana mereka membuka informasi dan berakibat pada terganggunya ketahanan ekonomi atau chaos di tengah masyarakat.
Alasan kedua dan ketiga jelas tak dapat ICW terima karena bersifat asumsi dan cenderung meremehkan peran pengawasan publik.
Patut diingat bahwa keterbukaan informasi merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara yang berakibat pada kepentingan publik. Hal ini tercantum dalam UU Keterbukaan Informasi Publik yang disusun bersama oleh pemerintah dan DPR.
Seharusnya, menurut ICW pemerintah memaknai pentingnya pengawasan publik dalam penyelenggaraan negara. Dalam konteks JKN, publik dapat ambil peran mengakselerasi dan mengawasi dijalankannya rekomendasi-rekomendasi BPKP atas penyelenggaraan JKN atau bahkan turut memberi gagasan pembenahan tata kelola JKN.
Alasan keempat, berkaitan dengan alasan pertama. UU Kearsipan hanya menyebut bahwa pencipta arsip dapat menutup akses informasi terhadap arsip dengan alasan-alasan tertentu. Salah satunya apabila informasi dibuka dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional.
Sehingga, perlu ditelaah terlebih dahulu apakah keterbukaan suatu arsip memang beresiko merugikan ketahanan ekonomi nasional atau tidak. Hasil telaah itu perlu disampaikan kepada ICW selaku pemohon informasi.
Menanti Putusan PTUN
Putusan PTUN tidak hanya akan menentukan babak lanjutan sengketa informasi antara ICW dan Kemenkeu. Putusan tersebut sekaligus akan menunjukkan bagaimana kepentingan publik dan peran pengawasan publik ditimbang dalam sengketa informasi ini. Oleh karena itu, ICW berharap hakim PTUN menimbang dengan cermat aspek kepentingan publik dalam memutus apakah informasi yang tengah disengketakan patut dibuka atau ditutup demi perbaikan penyelenggaraan JKN. (*/ia)
Narahubung: Almas Sjafrina (Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW)