Etika Merupakan Bagian Penting Dalam Kerja Jurnalistik

Etika Merupakan Bagian Penting Dalam Kerja Jurnalistik.
Anggota Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro, mengingatkan agar para jurnalis menjaga etika dalam kondisi apa pun. Ia menilai etika merupakan bagian penting dalam kerja jurnalistik. (Foto : Istimewa)

PALU, radarparimo.com – Anggota Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro, mengingatkan agar para jurnalis menjaga etika dalam kondisi apa pun. Ia menilai etika merupakan bagian penting dalam kerja jurnalistik. 

“Etika atau KEJ (Kode Etik Jurnalistik) itu adalah ruh jurnalistik. KEJ juga merupakan ruh bagi pers Indonesia,” kata Sapto, ketika membuka uji kompetensi wartawan (UKW) di Palu, Rabu (30/08/2023). 

Semua insan pers, kata dia, semestinya meletakkan etika di atas segalanya. Etika bahkan dianggapnya lebih tinggi derajatnya daripada sekadar hukum yang cenderung mencari kalah-menang dan bukan untuk menemukan kebenaran secara substansial dan hakiki. 

Dengan pertimbangan memegang teguh etika itulah, jika terjadi sengketa pemberitaan, maka sengketa kasus jurnalistik akan diselesaikan dalam koridor pengaduan etika pers di Dewan Pers. “Dengan UKW inilah teman-teman diharapkan terus menjaga etika dalam bekerja,” paparnya. 

Dia menguraikan, saat ini dunia sedang gandrung AI (artificial intelligence/kecerdasan buatan), setelah sebelumnya muncul web 2.0, industri 4.0 dan 5.0, juga metaverse yang terasa awang-awang. AI saat ini sedang popular. Dengan AI, setiap orang bisa membuat berita atau tulisan panjang. 

Bisa jadi tulisan panjang itu lebih baik dari yang dipikirkan pembuatnya. Meski demikian, perlu dicek ulang fakta dan data yang dipakai. Jika jurnalis tidak tahu asalnya dan tidak kuat logika serta analisis datanya, maka media itu akan ambyar. 

Itu sebabnya, urai dia, hanya dengan pengetahuan, logika berpikir, dan kemampuan analisis yang baik saja yang akan mengantarkan seseorang sebagai wartawan yang bertanggung jawab. AI memang harus dipelajari karena itu keniscayaan. Dengan UKW inilah, para jurnalis akan tetap menjaga etika. 

Semua itu justru membuktikan, tutur Sapto, betapa pentingnya UKW. Ia menuturkan agar jurnalis tidak perlu takut terhadap lahirnya aplikasi-aplikasi baru di dunia teknologi informasi. 

“Untuk urusan UKW, teman-teman wartawan tidak perlu khawatir atau takut. Ini bukan ujian perguruan tinggi negeri (PTN) untuk jenjang pendidikan S1, S2, dan S3, tapi ini uji kompetensi. Bagi yang sudah menjalankan kerja-kerja jurnalistik, Insya-Allah bisa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh mentor,” kata Sapto. 

Ia mengimbau, peserta UKW tidak usah takut dan tidak perlu minta tolong teman-temannya untuk mengerjakan tugas-tugas yang dijalani dan dibuatkan temannya sejak dari rumah. Sapto yakin, setiap terjadi tindak kecurangan, akan senantiasa ketahuan oleh para penguji. 

Bagi yang sudah punya pengalaman kerja cukup lama sebagai jurnalis, maka ikut UKW bukanlah hal yang berat. Soal-soal terkait UKW (terdiri atas 11 pasal) memang sangat berhubungan dengan pekerjaan sehari-hari wartawan. 

Materi UKW tak jauh dari elaborasi KEJ. “Saya pesan untuk kawan-kawan. Pesan saya, KEJ bukan sekadar untuk dihafal, tetapi lebih dari itu. KEJ itu harus diamalkan,” urainya. Dia mengatakan, bagi jurnalis yang sudah mendapat kompetensi, semestinya akan tetap menjaga etika sebagai wartawan. 

Dengan terlaksananya UKW ke-31 di Palu ini, sekarang tinggal tersisa di Jatim, Sulbar, dan Sulut. UKW ini diikuti 42 peserta yang terdiri atas 7 kelas, dengan rincian 6 untuk kategori muda dan 1 untuk madya.(**)