PALU, radarparimo – Hari kesehatan nasional diperingati setiap tanggal 12 November. Momen perayaan ini tentunya disambut hangat para insan tenaga kesehatan yang selama ini sudah berkontribusi dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Namun jika menelisik lebih dalam berbagai agenda kesehatan nasional maka tidak akan terlepas bagaimana pencapaian penanganan stunting yang menjadi issue global.
Stunting masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan menjadi salah satu agenda prioritas pembangunan saat ini. Stunting dapat berdampak buruk terhadap kualitas generasi dan ekonomi negara. Dampak buruk jangka panjang dari anak stunting pada masa depan telah banyak dilaporkan dalam berbagai hasil penelitian.
Anak stunting akan mengalami penurunan perkembangan dan kecerdasan kognitif yang optimal, akan mengalami kehilangan potensi produktivitas saat menjadi dewasa bahkan negara diperkirakan dapat kehilangan 5-7% pendapatan per kapita.
Berbagai upaya pemerintah untuk percepatan penurunan stunting telah banyak dilakukan baik intervensi sensitif maupun spesifik melalui pendekatan 5 pilar yaitu komitmen politik, kampanye dan edukasi, konvergensi program, akses pangan bergizi, dan monitoring progam (Kemenkes RI, 2022).
Menurut para ahli, intervensi spesifik yang dilakukan oleh sektor kesehatan hanya berpengaruh sekitar 30%, sedangkan 70% lainnya dipengaruhi oleh intervensi sensitif yang dilakukan oleh sektor non-kesehatan. Sayangnya, persepsei sebagian masyarakat dan mungkin juga birokrat tentang stunting selama ini masih terbatas pada masalah gizi yang hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan. Padahal, intervensi sensitif yang dilakukan oleh sektor non-kesehatan memiliki peran penting dalam mendukung intervensi spesifik yang dilakukan oleh sektor kesehatan.
Sehingga hal ini bisa menjadi bahan evaluasi bersama, bahwa penanganan stunting selama ini belum optimal.
Walaupun Pemerintah telah melakukan berbagai macam program penanggulangan stunting, tetapi hasilnya belum terlihat secara signifikan. Setiap sektor cenderung bekerja sendiri-sendiri sehingga tidak ada koordinasi. Dampaknya banyak program penanggulangan stunting yang tidak efektif dan hanya bersifat sementara serta seringkali hanya mengatasi gejala dan bukan akar masalah.
Berdasarkan hasil penelitian kerjasama lintas sektor dalam penanganan stunting dilaporkan memiliki dampak positif di daerah tertentu. Namun di beberapa daerah kegiatan ini belum terlaksana dengan baik dan maksimal. Permasalahan yang ditemukan di salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi tengah antara lain: sistem koordinasi yang belum maksimal dimana intervensi dilakukan secara terpisah dan kurang tepat sasaran. Monitoring dan evaluasi dari Tim Percepatan Penurunan Stunting belum optimal dilakukan.
Untuk itu Rekomendasi solusi yang ditawarkan antara lain: Meningkatkan Koordinasi dan kolaborasi: Mekanisme koordinasi yang efektif antara sektor-sektor yang terlibat adalah langkah kunci. Tim lintas sektor dan forum pertemuan rutin dapat membantu mengidentifikasi masalah dan merencanakan tindakan bersama. Kemudian Pembagian peran dan tanggung jawab yang jelas dapat menghindari tumpang tindih atau kurangnya tindakan. Selanjutnya membangun sistem pemantauan dan evaluasi bersama yang melibatkan sektor-sektor yang terlibat.
Hal Ini membantu dalam melacak perkembangan, mengidentifikasi masalah, dan membuat penyesuaian yang diperlukan. Dan yang paling penting adalah komitmen pada tujuan bersama. Deklarasi atau perjanjian bersama yang menetapkan tujuan bersama dapat membantu memotivasi semua pihak untuk bekerja sama dalam penanganan stunting.
Cegah stunting itu penting. Salam sehat sukses dunia akherat. (Ia)