Putus Kontrak, Pemda Parimo – BPJS Belum Capai Kesepakatan

Sekretaris Daerah Kabupaten Parigi Moutong, Zulfinasran, SSTP, M.A.P ( Foto : Istimewah )

PARIMO – radarparimo.com –  Pemerintah Daerah (Pemda) Parigi Moutong dan BPJS, putus kontrak kerjasama jaminan layanan kesehatan masyarakat, penyebabnya pihak BPJS tidak meyakini keakuratan data milk Pemda Parimo.

Hal itu diungkapkan Sekretaris Daerah Parigi Moutong, Zulfinasran yang dihubungi  via telpon genggamnya, Sabtu (19/6/2021).

Bacaan Lainnya

Zulfinasran mengatakan, pemerintah daerah sebenarnya tidak ingin melakukan pemutusan kontrak kerjasama dengan BPJS. Hanya saja, menurutnya pihak BPJS tidak meyakini keakuratan data kependudukan sebanyak 90 ribu jiwa lebih yang dikembalikan ke daerah untuk dibiayai.

“Untuk apa kita harus melakukan kontrak kerjasama, sesuatu data yang tidak bisa diyakini oleh BPJS sendiri. Begitu saya sampaikan kepada kepala BPJS,” ungkap Zulfinasran.

Sebagai solusi kata Zulfinasran, Pemda menyiapkan Bansos masyarakat prasejahtera. Dengan pola Bansos itu, data beberapa ribu jiwa yang menjadi beban pemerintah daerah, selama kurang lebih tujuh bulan lalu hanya menghabiskan anggaran daerah sebesar Rp 3 Miliar lebih.

Artinya sebut Zulfinasran beban anggaran menggunakan pola Banson masyarakat prasejahtera jauh lebih rendah, ketimbang diintegrasikan ke BPJS.

“Cuma karena BPJS ini program nasional, yang bersifat gotong royong. Jadi harus didukung juga. Tetapi memang harus benar-benar dengan keakuratan data,” ucap Sekda.

Berkaitan dengan akurasi data tersebut, pihaknya lanjut Zulfinasran telah melakukan pengecekan ke Bappelidbangda terkait verifikasi dan validasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Saat itu, sudah pada tahapan finalisasi, dan progresnya telah mencapai 70 persen.

“Hanya saja ada kendala, karena tambahan kegiatan pendataan lain yang juga dibebakan ke pemerintah desa,” kata dia.

Kemudian, berdasarkan validasi di kabupaten, terdapat ketidak sesuaian data dengan laporan pemerintah desa. Sehingga harus dikembalikan, untuk dilakukan varifikasi lagi. Tetapi, pihak pengelola data di Dinas Sosial terus melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat.

Sekda Zulfinasran meminta, pemerintah desa benar-benar memberikan data yang akurat. Selain itu, bagi warga yang layak dan berhak menerima jaminan layanan kesehatan, namun tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK), harus tetap didata. Sebab, yang tidak memiliki NIK tersebut menjadi tugas pemerintah melalui OPD terkait untuk diberikan.

“Saya survey ke lapangan, ada warga kita yang memang susah, ketika ditanya masuk dalam pendataan, ternyata tidak. Saya langsung hubungi kadesnya, dia bilang kalau warga itu tidak memiliki NIK. Jadi saya sampaikan kepada kades, yang penting dia layak dan berhak. Karena kalau tidak dimasukan akan menjadi beban desa untuk menanggungnya,” ungkapnya.

Terkait warga yang tidak memiliki NIK, namun terlewatkan saat proses pendataan itu, besar kemungkinan karena informasi tidak seluruhnya diterima pemerintah desa.

Sekda berhadap, pengertian dari seluruh pihak, sebab pemerintah terus berupaya melakukan penyelesaian persoalan jaminan pelayanan kesehatan. Selain itu, dia meminta OPD terkait, harus fokus dalam pengelolaan data, dengan dukungan peran pemerintah desa. (abt)