SURABAYA, radarparimo.com – Beberapa tahun terakhir dunia menghadapi tantangan ketahanan pangan yang semakin kompleks, perubahan iklim, krisis ekonomi global, konflik, serta degradasi lingkungan hingga terganggunya rantai pasok pangan internasional merupakan beberapa hal penyebab terjadinya kerawanan pangan dan gizi.
Menghadapi kondisi tersebut pemerintah melalui Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) terus melakukan upaya penanganan rawan pangan dan gizi serta mendukung upaya percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
Hal tersebut diungkapkan oleh Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi NFA Nyoto Suwignyo di Surabaya, Kamis (9/11/2023) saat membuka Workshop Penyusunan Angka Prevalence Of Undernourishment (Pou) Tahun 2023.
“Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan atau dikenal dengan istilah Prevalence of Undernourishment (PoU) dapat digunakan sebagai alat untuk melihat kondisi kerawanan pangan dan gizi” ungkap Nyoto.
Lebih jauh Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi juga menjelaskan bahwa ketidakcukupan konsumsi pangan merupakan kondisi seseorang secara reguler mengkonsumsi sejumlah makanan yang tidak cukup menyediakan energi yang dibutuhkan untuk hidup normal, aktif dan sehat sesuai dengan standar energi minimum yang dibutuhkan menurut umur, jenis kelamin dan tinggi badan.
Beberapa waktu lalu di Purworejo, Jawa Tengah saat menyaksikan penyaluran bantuan pangan dalam rangka intervensi pengendalian kerawanan Kepala NFA Arief Prasetyo Adi menyebutkan bahwa kerawanan pangan dan kemiskinan menurutnya adalah dua hal yang berkaitan erat sehingga upaya dalam pengentasan kemiskinan akan berpengaruh nyata dalam mengurangi masyarakat rawan pangan.
“Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo yang menargetkan pengentasan kemiskinan ekstrem pada tahun 2024 adalah 0%, ini tertuang dalam kebijakan berupa Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem,” tegas Arief.
Tahun 2017 sampai tahun 2019, PoU mengalami penurunan dari 8,23% menjadi 7,63%. Namun sejak tahun 2020 -2022 PoU terus mengalami kenaikan sebesar 0,71% menjadi 8,34%, tahun 2021 mengalami kenaikan menjadi 10,21% pada tahun 2022. Untuk tahun 2023, Angka PoU mengalami penurunan menjadi 8.53%. Namun angka ini masih dibawah target dari amanat Perpres 111 tahun 2022 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sebesar 5% pada tahun 2024.
Penghitungan PoU ini merupakan kolaborasi antara NFA dan Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan data dari survei sosial ekonomi nasional (Susenas) yang dilaksanakan oleh BPS.
Pada kesempatan tersebut Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS, Ahmad Avenzora menjelaskan bahwa di dalam susenas ada data modul konsumsi dan pengeluaran yang digunakan sebagai dasar penghitungan Prevalence of Undernourishment (PoU). “Data konsumsi dan pengeluaran digunakan sebagai dasar untuk penghitungan indikator PoU dan merupakan salah satu indikator dalam Sustainable Development Goals (SDGs)” ungkap Ahmad
Sementara itu Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, Dyah Lukisari saat ditemui di sela-sela kegiatan sangat mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh NFA melalui Workshop Penyusunan Angka PoU ini. “Kami sangat berkepentingan untuk tahu lebih jauh terkait dengan PoU, karena apabila paham cara mengukur indikator kinerja ini tentunya akan tahu intervensi kebijakan yang tepat untuk mengatasi masalah yang terjadi”, tutur Dyah.
Kegiatan yang dilaksanakan selama 2 hari tersebut dihadiri oleh seluruh dinas yang menangani ketahanan pangan dari 38 provinsi dan beberapa kab/kota secara daring maupun luring.
Sumber : NFA